Gorontalo, (PN) – Persidangan lanjutan perkara Skandal mega korupsi GORR Gorontalo, pada Senin (11/01/22021), agenda sidang, pembacaan eksepsi (bantahan) terhadap dakwaan jaksa penuntut umum, terhadap terdakwa Asri Wahyuni Banteng (AWB), dimulai sekitar pukul 14.00 wita.
Bantahan tersebut, dibacakan oleh dua pengacara (Penasihat hukum/PH) Asri, masing-masing Josep Panjaitan SH dan Agung wahyu Azhari, SH, mereka membacakan secara bergantian. Untuk memeberikan tanggapan atas dakwaan jaksa kepada klienya AWB alias Asri dalam perkara skandal mega korupsi pembebasan lahan GORR (Gorontalo outer ring road), dengan nilai kerugian negara, 43.356.992.000 (44.356 milyar),
Pihak pengacara menilai kejaksaan tak melakukan penyidikan dengan cermat, sepertinya tak mengedepankan penegakkan hukum yang profesional, dalam menetapkan AWB sebagai tersangka, seolah merupakan pihak yang paling bertanggung-jawab penuh, padahal ia hanya sebagai bawahan sudah menjalankan semuanya sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
”Kejaksaan Tinggi Gorontalo sebagai Penyidik dalam kasus GORR ini, harus mengungkap siapa dalang atau aktor intelektual atas adanya tindak Pidana Korupsi yang telah merugikan keuangan negara. Adanya adagium Hukum tajam kebawah tumpul keatas,” kata Tim pengacaranya, usai menjalani persidangan, pada Senin (11/01/2021)
Hal ini bukan tanpa alasan, sebab sesuai dengan ketentuan, kliennya, melakukan proses transaksi pembayaran, setelah semua persyaratan administrasi terpenuhi. Namun entah bukti apa yang dikantongi kejaksaan, bahwa itu sampai terjadi pembayaran, merupakan kewenangan terdakwa, sehingga menyebabkan kerugian negara, dan memberikan dampak materi langsung atau tidak, bagi dirinya maupun pihak lain.
“Bahwa tugas melakukan inventarisasi dan identilfikasi, terhadap Kelengkapan Dokumen Pengadaan Tanah GORR, antara lain daftar nominatif, Surat Pernyataan Penguasaan Fisik (SPPE), surat validasi adalah tugas dari Satuan Tugas yang dibentuk berdasarkan Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,” ungkap Josep Panjaitan SH
Lanjutnya, dan dalam ketentuan tersebut, terdakwa Asri Banteng, bukan bagian dari Satuan Tugas yang dimaksud itu, “Sedangkan tugas tersebut menjadi tanggung jawab Satgas A dan Satgas B dan Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah GORR, bukan tanggung jawab Terdakwa”.
Tak hanya itu, Tim kuasa hukum Asri mengurai, kurang cermat penyidik kejaksaan, sampai lupa, azas prosedur, dan tupoksi masing –masing, dalam alur sampai terjadinya pembayaran laham GORR, oleh terdakwa, tentu hal administrasi, bukan merupakan perbuatan pidana, melainkan kesalan administrasi, ranahnya tata usaha Negara, meski terjadi pembayaran.
“Terkait dengan dakwaan yang menyatakan Dra. Asri Wahjuni Banteng, diduga melakukan perbuatan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau memperkaya orang lain atas pembebasan lahan GORR karena tidak melakukan verifikasi secara formil maupun materiil tentang kebenaran/keabsahan dokumen-dokumen yang dilampirkan sebagai syarat penggantian kerugian antara lain yaitu surat validasi yang diterbitkan oleh saksi Ir. Gabriel Triwibawa (tersangka 4 red), dan Surat Penyataan Penguasaan Fisik Tanah (SPPF) Negara bukan perbuatan pidana (korupsi), melainkan kesalahan administratif yang harus diselesaikan secara administratif di Pengadilan Tata Usaha Negara berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan bukan di Pengadilan Tipikor,” kata Tim PH.
Jaksa tak memperjelas bagaimana sampai terdakwa mendapatkan keuntungan materi, baik langsung atau tidak, bagi dirinya maupun pihak lain. “Bahwa dalam dakwaan tidak diuraikan secara jelas dan cermat fakta fakta tentang kapan, dimana dan basgaimana, cara-cara terdakwa Dra. Asri Wahyuni Banteng melakukan perbuatan melawan hukum memperekayaa diri sendiri. Artinya, Kejaksaan Tinggi Gorontalo telah menetapkan dugaan perbuatan tindak pidana korupsi tanpa adanya bukti vang cukup dan jelas atas perbuatan yang dilakukan,” jelas PH.
Penyidik terkesan memaksakan perkara korupsi GORR ini, ke dalam ranah pidana khusus. Kenapa, penetapan sebagai tersangka AWB dilakukan sebelum ada bukti kerugian negara dari pihak berwenang. PH menduga klienya menjadi korban kepentingan dari pihak tertentu.
“Bahwa dari awal penetapan tersangka terhadap klien kami Dra. Asri Wahjuni Banteng, ME terkesan sangat dipaksakan dan syarat dengan adanya kepentingan. Sebab klien kami ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 27 Juni 2019 atas dugaan tindak pidana korupsi pembebasan lahan GORR sebelum adanya audit resmi atas adanya kerugian keuangan negara yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang,” jelasnya.
Asri Banteng melalui pengacara, bahwa dakwaan kabur (obscur libel) jaksa, salah orang, dan bukan ranah pidana melainkan administrasi. Sehingga, segala tuduhan dan dakwaan jaksa tersebut, oleh pihak majelis yang menyidangkan perkara korupsi GORR, dapat menolaknya, dan merehabilitasi status terdakwa AWB.
Sidang akan dilanjutkan pada senin pekan depan dengan mendengarkan pembacaan pledoi jaksa penuntut umum. sebelum sidang beraakhir, terdakwa Asri Banteng mengajukan permohonan perawatan diluar Lapas permepuan, terkait saakit giginya. Oleh majelis diarahkan untuk mengajukan prmohonan melalui jaksa penuntut umum.(RM)
Komentar