“Bullying” Problem Generasi Sekarat, Bagaimana Islam Memandang?

Oleh: Sintya Demolingo
Penulis adalah mahasiswa IAIN Gorontalo

Beberapa hari ini, masyarakat kembali dihebohkan dengan kasus bullying. Kisah viral korban perundungan (bullying) telah dialami oleh seorang siswa kelas IX SMAN 1 Telaga Biru. Awalnya sebelum hari pengeroyokan, korban memang sudah kerap dibuli oleh teman sekelasnya. Ia dituding mencontek saat pelajaran sekolah, si korban yang mendapat perlakuan bullying itu tak pernah merespon hanya diam saja. Puncaknya baru pada Selasa 7 Juni, ia tiba-tiba dipaksa oleh salah satu pelaku untuk main panco. Karena tidak tertarik dengan ajakan itu, korban pun menolak, namun pelaku terus dipaksa hingga penolakan itu berbuah penolakan keras dari korban dilansir tribungorontalo.com.

Terlihat dari video yang beredar dimedia sosial berdurasi 18 detik itu, seorang anak yang menjadi korban di sasar beberapa kali dengan pukulan tangan terkepal di bagian punggung, kepala dan wajah. Tentu tindakan mereka merupakan tindakan yang tidak terpuji dan terlihat cukup sadis. Bahkan parahnya dalam video detik ke 15 dan 16, korban mendapatkan tendangan di bagian perut, hingga korban tersungkur di atas meja belajar (prosesnews.Id).

Kasus ini dibawa ke ranah hukum dengan harapan ada perhatian atas kasus ini. Terlebih pengeroyokan itu sudah memengaruhi kondisi mental korban. Kondisi mental korban yang belum stabil inilah yang menjadi alasan, pihaknya belum memberikan keterangan banyak untuk berita acara pemeriksaan (BAP) awal. “korban mengalami traumatik yang cukup parah, maka untuk BAP awal itu belum dilakukan,” ungkap Nasir (kuasa hukum korban).

Korban dikeroyok hari Selasa, Rabu depannya ia terlihat trauma. Trauma yang mendalam dialami korban misalnya korban pernah hampir menyerang saudaranya dengan gunting. Padahal korban bukanlah orang yang seperti itu bahkan korban pernah suatu pagi tiba-tiba langsung menangis dan meratap di kuburan di belakang rumahnya. Inilah gejala trauma yang dialami korban.

Sebab Terjadinya Bullying

Kasus ini bukanlah kali pertama terjadi, bahkan kasus yang terlihat di permukaan lebih sedikit dibandingkan kasus yang tidak dilaporkan. Dan dapat dipastikan kasus seperti ini akan terus meningkat ketika tidak mendapatkan penanganan yang terbaik. Tercatat Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan masyarakat terkait kasus perlindungan khusus anak tahun 2021 sebanyak 2.982 kasus. Dari jumlah tersebut, paling banyak atau 1.138 kasus anak yang dilaporkan sebagai korban kekerasan fisik dan atau psikis.

Kasus kekerasan fisik dan psikis tersebut meliputi penganiayaan mencapai 574 kasus, kekerasan psikis 515 kasus, pembunuhan 35 kasus, dan anak korban tawuran 14 kasus. Para pelaku yang melakukan kekerasan fisik atau psikis terhadap korban, umumnya adalah orang yang dikenal oleh korban seperti teman, tetangga, guru, bahkan orang tua (databoks.co.id)

Data ini cukup jelas untuk melihat, betapa rusaknya generasi hari ini. Sekolah yang harusnya menjadi wadah pembinaan agar tercipta kepribadian yang baik malah menjadikan para siswa melakukan tindakan yang tercela. Tentu hal ini menjadi tanda tanya besar, apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Ternyata karena hari ini kehidupan serba bebas yang tak ada aturannya (liberalisme) sehingga setiap orang dalam bertingkah laku sesukanya saja. Di sisi lain, derasnya informasi dari media yang tak terkendali dengan konten-konten kekerasan didalamnya mulai dari game hingga film yang pada akhirnya mudah ditiru dalam kehidupan nyata. Inilah yang kemudian membentuk karakter generasi hari ini, menjadi generasi minim rasa kemanusiaan.

Pelaku tindak bullying akan cenderung melakukan tindak kejahatan lainnya ketika mereka beranjak dewasa. Sebab kehidupan hari ini yang menerapkan sistem sistem sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) akan sangat berpengaruh pada generasi hari ini. Akibatnya mereka melakukan perbuatan seenaknya tanpa memperhatikan hukum dari perbuatan itu. Rusaknya penerapan sistem saat ini tidak hanya dari banyaknya kasus kekerasan anak tapi juga pada ekonomi, pergaulan, termasuk pendidikan. Ketika ada yang melakukan tindak Bullying ini tidak ada payung hukum yang mengadilinya, tentu jika demikian akan terus bertambah dan tidak akan lengah para pelaku tindak bullying ini. Maka, agar kasus bullying dapat teratasi membutuhkan sistem yang mampu melindungi dari tindak kekerasan juga memberikan pendidikan karakter dan kepribadian yang baik.

Islam Sangat Menentang Bullying

Dalam Islam sangat melarang keras dan sangat tidak menganjurkan perilaku merendahkan orang lain. Hal ini sebagai mana penjelasan dalam sebuah firman Allah swt dalam surat Al-Hujurat ayat 11:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-oroang yang zalim.” (Q.S. Al-Hujurat: 11)

Artinya, pendidikan terhadap pondasi keimanan masih sangat rendah pada anak generasi saat ini. Islam sangat memberikan perhatian besar kepada generasi, bahkan sejak dini. Pandangan Islam terkait pemuda adalah sebagai aktor perubahan bukan menjadi aktor kekerasan, sebab pemuda utamanya dia adalah seorang Muslim bisa menjadi pejuang atau anak panah untuk mengembalikan kehidupan Islam dengan berusaha memupuk diri agar senantiasa beriman dan bertakwa, sehingga melahirkan ketundukan terhadap syariat, dorongan kuat melaksanakannya dan memperjuangkannya.

Untuk memupuknya, membutuhkan benteng pertahanan pertama dan utama ialah keluarga. Keluarga akan menjadi tempat pendidikan dan pembentukan karakter yang terpenting bagi seorang remaja. Orang tua, haruslah memberikan teladan kepada anak-anak mereka dalam berkata dan bersikap. Tak sedikit para perilaku bullying berasal dari keluarga yang rusak dan terjadi komunikasi yang sangat buruk dari orang tua mereka. Bukan hanya keluarga tapi juga masyarakat, mereka juga memiliki tanggung jawab untuk saling menasihati, mengajak pada kebaikan dan mencegah tindakan yang buruk. Bahkan negara memiliki andil yang sangat besar dalam menyaring segala tontonan di media apapun yang berpengaruh besar terhadap pembentukan generasi. Selain itu, sistem pendidikan yang dijalankan oleh negara sangat penting dalam pembentukan karakter dan kepribadian generasi. Sistem pendidikan tersebut haruslah terintegrasi sejak pendidikan di sekolah dasar. Jika kita melihat saat ini, pendidikan di negara kita nyata hanya melihat keberhasilan prestasi siswa didik dari nilai di atas kertas. Sehingga wajar kerusakan terus terjadi secara sistemik. Hal ini akan terwujud ketika kita mengambil Islam sebagai aturan kehidupan bukan hanya sekedar agama yang mengatur perihal ibadah mahdhah semata.

Komentar