Anies Baswedan, Perubahan Iklim dan Rumput Laut

“Tulisan ini, sedikit jawaban diantara banyak pertanyaan. Sebab musababnya, tanya jawab antara Anies dengan Prabowo pada debat capres pertama yang munculkan isu “Angin Bawa Karbon. Tulisan ini, bagian dari komitmen Anies Baswedan berdialog dengan Nelayan, Petani Rumput Laut dan Petani (Pertanian) di Banyuwangi pada 28 Des 2023 hari ini.”

 

Penulis: Rusdianto Samawa, Fourbes Indonesia, sebuah lembaga kajian, riset dan kebijakan publik. Menulis langsung dari Kantor FOURBES Fatmawati Cipete Raya, Jaksel

___________________

Pada sesi debat pertama Capres kemaren, ada dua slogan yang viral: “Angin Bawa Karbon dan Wakanda No More, Indonesia Forever.” Hatrick Anies dalam debat, membuat respon lawan politiknya bernada tinggi: “etik ndas mu etik.” Perdebatan itu cukup wajar, calon presiden memang harus saling kritik.

Jawaban Anies terhadap pertanyaan Prabowo yang menganggap Anies menyalahkan angin dalam beberapa respon terhadap “kasus Karbon di DKI Jakarta.” Padahal, cukup diketahui bahwa asap karbon industri batubara yang berasal dari Tangerang itu ditiup angin kearah DKI Jakarta. Kasus Karbon ini muncul, setelah Anies tak lagi menjabat Gubernur DKI Jakarta. Tapi publik masih anggap Anies penyebabnya.

Substansi dari pertanyaan Prabowo dalam debat seputar perubahan iklim: suhu dan siklus cuaca dalam jangka panjang. Namun, Prabowo kurang melengkapi pertanyaan bahwa pergeseran iklim itu bersifat alami. Faktor pendorong paling utama perubahan iklim adalah industri.

Dilansir FAO 2023 ini, perubahan iklim terjadi sejak periode 1800-an, aktivitas manusia telah menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama dengan pembakaran bahan bakar fosil (seperti batu bara, minyak, dan gas) yang menghasilkan gas merangkap panas.

Wikipedia (2023) juga jelaskan hal yang sama bahwa masa revolusi Industri pada periode 1760-1850, perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi, lingkungan, kelautan-perikanan, dan budaya. Masa ini, semua pekerjaan digantikan oleh mesin.

Akibatnya, peningkatan aktivitas industri yang mendorong bumi panas (mendidih). Tentu penyebabnya peningkatan gas rumah kaca yang pengaruhi lapisan atmosfer. Termasuk variabel internal, seperti siklus lautan (El Nino, La Nina), dan Osilasi Dekadal Pasifik maupun faktor eksternal, seperti aktivitas gunung berapi, variasi orbit bumi, pengunaan lahan dan bahan bakar fosil, kerusakan lapisan ozon, rusaknya fungsi hutan, penggunaan Cloro Flour Carbon (CFC), dan gas buang industri. Faktor lain, banyak lagi penyebab pendidihan bumi.

Indonesia sendiri, cirihas pendidihan bumi sudah berlangsung lama, yang berdampak bagi kehidupan masyarakat, seperti curah hujan tinggi musim kemarau, volume air banjir tinggi, bencana alam, angin puting beliung, dan berkurangnya sumber mata air. Pemimpin dunia, masih berdebat seoutar cara atasi pendidihan bumi ini.

Debat Emisi Karbon: Jawaban dan Program Anies

Semua makhluk hidup keluarkan karbon, khususnya dalam bentuk senyawa karbon dioksida (CO2). Salah satunya proses pernafasan: hirup oksigen (O2) dan keluarkan karbon dioksida (CO2). Paradigma ini dulu, kita harus ketahui. Banyak literatur yang bisa dibaca. Apakah oksigen akan habis jika hanya menghirupnya tanpa produksi oksigen?.

Sebenarnya, jawaban Anies terhadap pertanyaan Prabowo itu simpel, yakni harus mencegah karbon lebih besar dibanding oksigen. Sederhananya, karbon dioksida diserap oleh tumbuh-tumbuhan melalui proses fotosintesis, oksigen akan kembali dihasilkan ke udara. Namun, laju produksi karbon dioksida jauh lebih cepat daripada produksi oksigen.

Catatan data iklim memberikan bukti indikator utama perubahan iklim, seperti berkurangnya lahan hijau yang menciptakan oksigen. Dengan adanya industri, kemajuan teknologi, dan pertumbuhan populasi, kadar karbon dioksida di bumi meningkat pesat. Sementara, lahan-lahan hijau semakin sempit.

Padahal Karbon yang dimaksud, gas-gas emisi yang memiliki kandungan karbon dioksida tinggi yang dihasilkan dari pembakaran senyawa, misalnya asap dari pembakaran bensin, solar, kayu, daun, gas LPG, dan asap batubara (kemaren melanda DKI Jakarta) serta bahan bakar lain yang mengandung hidrokarbon.

Emisi karbon menjadi salah satu kontributor terbesar dalam perubahan iklim global yang berdampak buruk pada lingkungan. Dampak emisi Karbon dioksida, yang dihasilkan oleh industri dan aktivitas manusia, telah memberikan dampak signifikan terhadap lingkungan. Kandungan karbon dioksida dalam emisi yang terperangkap di atmosfer menyebabkan peningkatan suhu bumi menjadi mendidih.

Dalam konteks itu, Anies Baswedan telah menerapkan kebijakan penghijauan di wilayah DKI Jakarta. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Prabowo, tak harus memberi jawaban yang detail. Namun, Anies telah paparkan pengalaman selama di DKI Jakarta saat debat kemaren. Anies telah melaksanakan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 bahwa setiap kota harus memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal sebesar 30%, dimana sebesar 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Itu jawabannya. Prabowo harus tau program yang telah dilaksanakan Anies selama memimpin DKI Jakarta. Masalah yang tak kunjung selesai adalah saat tidak mengakui kemampuan Anies.

Anies Baswedan telah memberikan jawaban dalam berbagai tahapan kebijakan semasa Gubernur DKI Jakarta. Termasuk kontrol terhadap transportasi, udara, suhu, iklim, hingga pengendalian banjir di DKI Jakarta. Hal itu sangat berhasil. Namun, banyak orang tak mengakuinya.

 

Rumput Laut Penghisap Karbon: Program Anies untuk Indonesia dan Dunia

Bagian dari komitmen Anies Baswedan berdialog dengan Nelayan, Petani Rumput Laut dan Petani (Pertanian) di Banyuwangi pada 28 Des 2023 hari ini, dalam kerangka memberi jawaban akan keraguan terhadap kemampuan Anies orkestrasi program untuk atasi pendidihan bumi (pemanasan global).

Pengajuan rumput laut sebagai program nasional Anies bukan tanpa riset dan penelitian. Karena tanaman rumput laut telah berhasil menghilangkan (menghisap) karbon dioksida dari atmosfer setidaknya telah terbukti selama 500 juta tahun lalu.

Studi terbaru tahun 2001 – 2023 ini, menunjukkan bahwa rumput laut memberi manfaat bagi umat manusia dengan menyerap 173 juta metrik ton per tahun. Rata-rata kilometer persegi rumput laut dapat menyerap lebih dari seribu metrik ton karbon dioksida.

Dilansir dari situs resmi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) bahwa rumput laut, seperti tanaman darat lainnya, menggunakan fotosintesis untuk mengubah karbon dioksida menjadi biomassa rumput laut. Proses ini dikenal sebagai penyerapan karbon.

Sebagai dasar program Anies kedepan, bahwa rumput laut tumbuh sangat cepat sehingga menyedot karbon dioksida lebih cepat juga. Para ilmuwan telah menilai potensi penyerapan karbon rumput laut selama beberapa dekade terakhir sangat efektif untuk mencegah pendidihan bumi.

Hasil penelitian yang ditulis Erlania pada 2013 lalu, budidaya rumput laut Kappaphycus alvarezii di Teluk Gerupuk, Nusa Tenggara Barat tahun 2012 menunjukkan, laju serapan karbon oleh rumput laut Kappaphycus alvarezii yang dibudidayakan dengan sistem tali panjang (long line) sebesar 75,79 ton CO₂/ha/tahun. Begitu juga Rumput laut jenis Gracilaria gigas dan Laminaria sp juga memiliki kemampuan relatif tinggi dalam menyerap karbon, yaitu 220,22 ton dan 118,73 ton CO₂/ha/tahun. Ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan padang lamun dan ekosistem mangrove yang hanya 18,70 ton dan 8,14 ton CO₂/ha/tahun.

Berita TrobosAqua.com 2023 ini, juga menurunkan headline rumput laut sebagai komoditas yang menguntungkan secara ekonomis dan ekologis. Rumput laut merupakan komoditas akuakultur yang paling aman secara ekologis. Rumput laut menyerap karbondioksida (CO₂) dan mengubahnya menjadi senyawa organik penting. Rumput laut juga tidak menghasilkan limbah karena sejak budidaya tidak manfaatkan pemupukan dan pakan. Hasil panen rumput laut juga tidak menghasilkan limbah karena dapat dimanfaatkan seluruhnya.

Sebagaimana tumbuhan di darat, rumput laut berfotosintesis dengan mengonsumsi karbondioksida untuk menghasilkan senyawa organik, seperti karbohidrat, protein, dan lain-lain. Rumput laut mempunyai kemampuan menyerap karbon sangat potensial. Secara garis besar, solusi ini sebenarnya sederhana: meningkatkan budidaya rumput laut untuk menangkap Karbon dioksida dan mencegah perubahan iklim (pemanasan Global) atau pendidihan bumi.

Karena itu, Anies memuat program ini dalam visi dan misinya untuk Indonesia dan dunia kedepannya. Secara praktis, rumput laut memiliki kemampuan untuk hilangkan (menghisap) karbon dari atmosfer. Belum ada teknologi tinggi yang efektif menghisap Karbon, selain dari rumput laut.[]

Komentar