Petani Gorontalo

Catatan Basri Amin

PETANI Gorontalo butuh di-dengar suara-nya yang paling asli. Bukankah begitu banyak perubahan dan tanda-tanda ketimpangan yang terjadi.

Petani di Gorontalo berjumlah 173.412, terdiri dari 136.348 laki-laki dan 37.064 perempuan, dengan total rumah tangga usaha pertanian sebanyak 268.665. Apa yang bisa disimpulkan dari keterangan singkat tersebut? Bukankah hampir semua hal yang kita makan sehari-hari adalah hasil usaha sektor pertanian? Apakah kebutuhan pangan dan konsumsi penduduk Gorontalo bisa “sepenuhnya” disediakan petani kita sendiri?

Kelas “petani gurem” Gorontalo terproyeksi (signifikan) meningkat sejak tahun 2013. Ditampilkan oleh SUTAS2018 (BPS Prov. Gorontalo-SERI-A2, 2019) bahwa rumah tangga Petani Gurem meningkat dari 40.959 tahun 2013 menjadi 43.771 tahun 2018. Dari sisi angka, sangat jauh tak sejajar dengan kondisi rumah tangga petani berkelas “Pengguna Lahan”, yakni dari 117.248 tahun 2013 menjadi 129.784 tahun 2018. Semua sisi pembangunan sektor pertanian dan sub-sektornya di Gorontalo akan digambarkan gamblang tahun depan pada Sensus Pertanian-SP2023. Kini yang kita butuhkan adalah percakapan yang membumi dan kepemihakan yang benar.

Kepada Petani Gurem dan Pengguna Lahan haruslah benar-benar berolah pencermatan tajam dan memihak. Pada dua kelompok (petani) inilah tertanam kesenjangan dan ketimpangan. Terutama, jika kita mendalilkan bahwa aset utama yang rentan bagi petani adalah lahan (usaha) pertanian itu sendiri. Rumah tangga tani kita yang (hanya) memiliki lahan kurang dari satu hektar sangat besar jumlahnya, tidak kurang dari tujuh puluh ribu rumah tangga. Di Gorontalo, kondisi “penguasaan” lahan pertanian tergolong timpang di antara masyarakat kita yang hidup dan menghidupi (kita semua) dari pertanian dan sub-sub sektor usahanya yang terus membesar dan dipaksa oleh pasar (hortikultura, perkebunan, peternakan, tanaman pangan, dan perikanan, misalnya). Tantangan seriusnya, sejak 2013, pertambahan persentasi Petani Gurem terjadi di Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango, dan Kota Gorontalo. Gejala apa ini dan dampak jangka panjangnya seperti apa? Butuh diskusi lanjutan!

Komposisi Petani Gorontalo dan tanda-tanda regenerasinya juga mulai terlihat pada angka-angka usia produktif dan kecenderungan yang mulai terbentuk dari kluster usia 25-34 tahun, dengan membandingkan petani Gorontalo yang dominan menempati kluster usia di atas 40-an tahun. Kluster usia Petani Gorontalo dominan berada di usia 35-55 tahun, sementara kluster berusia 25-34 tahun jauh lebih kecil. Ini sangat terlihat datanya di Kabupaten Gorontalo, Boalemo, Pohuwato dan Bone Bolango. Uniknya, ada tanda bahwa kelompok umur Kepala Rumah Tangga Usaha Pertanian yang menempati kluster kurang dari usia 25 tahun terlihat “membesar” di Gorontalo Utara (SUTAS-2018).

Pada tema teknologi pertanian, SUTAS2018 Gorontalo mencatat persentasi penggunaan teknologi di kalangan rumah tangga petani kita. Tampaklah bahwa Kota Gorontalo adalah wilayah tertinggi yang “tidak menggunakan teknologi pertanian” (mekanisasi dan non mekanisasi), yakni 56,74%, disusul Bone Bolango 55,59% dan Kabupaten Gorontalo 39,15%. Khusus Kabupaten Gorontalo, angka ini sebenarnya penting dipertanyakan-lanjut mengingat daerah ini adalah wilayah pertanian terbesar di provinsi ini, dengan rumah tangga petani sebanyak 50.539. Tampaknya daerah ini masih berkendala serius dalam teknologi pertanian!

Boalemo dan Bone Bolango adalah daerah penting bagi progresifitas pertanian. Jumlah rumah tangga usaha pertaniannya nyaris seimbang, yakni 21.619 (Boalemo) dan 20.510 (Bone Bolango). Tapi, mari kita perhatikan bagaimana besaran “tanggungan” anggota rumah tangga petani kita. Kabupaten Gorontalo adalah yang terbesar: 190.554 anggota rumah tangga (petani). Beban besar juga dialami Boalemo (84.616) dan Bone Bolango (84.312). Daerah yang harus dibaca mendalam dan khas datanya adalah Pohuwato karena kendati rumah tangga usaha pertanian “tidak besar” jika dibandingkan dengan dua wilayah agraris utama Gorontalo tapi rupanya Pohuwato menanggung “jumlah anggota rumah tangga” yang lumayan besar, yakni 77.936.

Data selalu unik. Contoh, kondisi rumah tangga petani kita yang bergerak di peternakan mencapai 79.879. Lumayan jauh di atas rumah tanggal di sub sektor palawija, 69.230 dan hortikultura, 29.179. Di tengah-tengah itu, fakta lain yang sewajarnya ditelaah lebih jauh adalah usaha pertanian bidang perkebunan, sebanyak 42.601. Tampaklah bahwa usaha tani yang berbasis “padi” diokupasi tidak terlalu besar oleh rumah tangga petani kita, yakni 27.157. Ini masih lebih kecil dibandingkan dengan palawija dan hortikultura, 29.179. Data seperti ini haruslah terus dibaca —sebagai “kecenderungan” faktual— yang membutuhkan pemahaman dan intervensi yang memberdayakan.

PETANI adalah KITA.
Penulis adalah fellow di PuSAR – Indonesia.
Surel: basriamin@gmail.com

Komentar