Kontroversi Nikah Beda Agama Disahkan, Apa Dasar Hukumnya?

Oleh: Siti Masruka (Aktivis Muslimah & Mahasiswi UNG)

 

Diberitakan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya telah mengabulkan permohonan pernikahan beda agama yang diajukan oleh pasangan berinisal RA calon pengantin pria yang beragama Islam dan EDS calon pengantin wanita yang beragama Kristen usai ditolak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat. Alasannya agar tak terjadi praktik kumpul kebo. Humas PN Surabaya Suparno mengatakan, pertimbangan hakim mengabulkan permohonan pernikahan beda agama tersebut adalah demi menghindari praktik kumpul kebo, sekaligus demi memberikan kejelasan status (cnnindonesia.com, 20/6/2022).

Pengesahan pernikahan beda agama ini menjadi kontroversi dan perhatian publik. Putusan tersebut dianggap akan menjadi lahirnya putusan yang sama pada masa depan. Dalam putusan tersebut hakim memerintahkan pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surabaya untuk mencatat perkawinan para pemohon dalam register perkawinan setelah dipenuhi syarat-syarat perkawinan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Tholabi Kharlie, mengatakan putusan tersebut akan menjadi preseden lahirnya putusan-putusan serupa bagi mereka yang menikah dengan pasangan yang berbeda agama. “Putusan ini membuka keran bagi pengesahan peristiwa nikah beda agama lainnya” kata Tholabi dilansir dari sindonews.com, Jumat (24/6).

Putusan PN Surabaya ini didasarkan antara lain pada Pasal 35 dan 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi: (a) perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan (b) perkawinan warga negara asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan warga negara asing yang bersangkutan. Kemudian Pasal 36 yang menjelaskan, dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan. Peristiwa nikah beda agama dalam beberapa waktu terakhir menjadi perhatian publik, bahkan dalam batas-batas tertentu telah menciptakan keresahan di sebagian kalangan, khususnya umat Islam.

“Beberapa waktu terakhir trend-nya cenderung meningkat dan pelaku nikah beda agama tak segan tampil di depan publik dengan berbagai cara hingga mendapatkan legitimasi dari instansi terkait”, jelas Guru Besar bidang Ilmu Hukum Islam. Menurut Tholabi, kontroversi nikah beda agama akan terus muncul seiring terjadinya peristiwa pernikahan beda agama yang dilegitimasi oleh negara. “Sebenarnya sudah ratusan atau bahkan ribuan peristiwa pernikahan beda agama yang mendapatkan legitimasi dari instansi terkait, hanya saja tidak terekspose ke publik. Fakta ini menunjukkan bahwa ada persoalan krusial dari sisi norma hukum yang mengatur perkawinan di Indonesia,” jelasnya. Bahkan menurut laporan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) sejak 2005, sudah ada 1.425 pasangan beda agama menikah di Indonesia.

Hukum Nikah Beda Agama

Dalam pandangan Islam, pernikahan beda agama sudah sangat jelas haram hukumnya. Sebagaimana Allah Swt Berfirman :

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah: 221)

Di Indonesia secara administrasi, pernikahan beda agama juga dilarang. Berdasarkan UU 1/1974 tentang Perkawinan, pernikahan yang sah harus sesuai agama dan keyakinannya masing-masing. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 40C juga disebutkan, “Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu: c. seorang wanita yang tidak beragama Islam.”

Selain itu, Fatwa MUI No. 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 menetapkan (1) perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah, serta (2) perkawinan lelaki muslim dengan wanita ahlu kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.

Larangan pernikahan beda agama ini semata-mata ditujukan untuk mewujudkan maqashid asy-syariah atau tujuan hukum Islam, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Misalnya, terkait pendidikan anak, akidah anak merupakan perkara utama yang harus dijaga, salah satunya dengan hadirnya orang tua yang memiliki agama atau keyakinan yang sama yaitu sama-sama beragama Islam.

Akibat Arus Moderasi Beragama

Demikianlah fakta penerapan syariat Islam dalam keadaan sistem sekuler hari ini. Islam diterapkan setengah hati, bukan secara menyeluruh. Sebuah aktivitas yang jelas haram hukumnya seperti pernikahan beda agama tetap difasilitasi dan diberi ruang agar dapat terlaksana dan sah menurut negara. Padahal, menjadi seorang muslim wajib terikat dengan syariat Islam secara menyeluruh karena Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna bukan agama yang sifatnya prasmanan artinya hanya mengambil syariat yang disuka sedangkan untuk syariat yang tidak suka tidak akan diambil. Terlebih seorang muslim pun bebas memilih untuk taat atau maksiat.

Inilah wujud beragama yang sekuler ala prasmanan. Model beragama seperti ini sah-sah saja dalam sistem sekuler. Alasannya adalah ini bentuk kebebasan individu yang pada hakikatnya individu bebas untuk taat ataupun maksiat. Hasil dari sistem sekuler ini adalah munculnya sosok muslim yang sekuler liberal seperti kasus pernikahan beda agama ini. Akan tetapi sosok-sosok ini malah dipuji sebagai orang yang toleran dan berpandangan inklusif (terbuka). Munculnya sosok-sosok dengan sikap toleransi kebablasan ini merupakan hasil program moderasi beragama yang ada dikeadaan kita hari ini. Ide moderasi beragama ini membingkai ulang makna toleransi dalam penafsiran yang baru, yakni membaurkan pemahaman agama dalam satu warna. Kemenag sebagai ujung tombak pelaksanaan program ini terus menggaungkan ide moderasi beragama ini. Padahal, arus moderasi beragama ini merupakan proyek pesanan Barat demi menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri. Akibatnya orang yang melanggar syariat agama seperti pelaku pernikahan beda agama justru mendapat apresiasi, pujian serta perlindungan. Sehingganya telah jelas terlihat jaminan kebebasan dalam kehidupan sekuler adalah untuk bermaksiat (melanggar syariat), bukan untuk taat syariat.

Lebih herannya, para ulama atau orang yang lebih paham terkait agama yang senantiasa mengajak umat untuk taat syariat Islam secara menyeluruh justru mendapatkan berbagai tudingan negatif. Mereka dikatakan sebagai orang yang radikal, fanatik dengan agama, intoleran, garis keras, serta stigma lain yang sejenisnya. Kondisi ini seharusnya menyadarkan kita bahwa berislam secara kaffah atau menyeluruh butuh sistem yang benar-benar dapat mendukungnya. Kita tidak akan bisa menjadi muslim yang kaffah, sedangkan kehidupan masyarakat dan negara hari ini demikian sekuler.

Tolak Moderasi beragama!

Allah Swt telah menyebutkan bahwa agama Islam adalah agama paling sempurna atas agama yang lain. Allah yang menjamin agama ini sebagai satu-satunya agama yang diridhai di sisi-Nya. Dengan demikian dapat dipahami bersama bahwa  yang menginginkan penyatuan semua ajaran agama sudah sangat jelas bertentangan dengan akidah Islam. Allah Swt berfirman :

اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ali’Imran : 19).

Firman Allah diatas sudah sangat jelas bahwa Allah memberikan penafikan atas ajaran selain Islam. walaupun terkesan humanis, ternyata ide moderasi beragama punya daya kerusakan skala besar yang berpotensi mengguncang akidah kaum muslim serta menjauhkan kaum muslim dari agamanya sendiri. Wallahualam bishowab.

Komentar